"Hai!" sapanya padaku. Aku benar-benar tak menyangka bahwa aku akan bertemu dengannya saat itu. Seperti kebetulan.
"Hai, Nin." balasku datar. Sungguh, aku malas sekali bertemu dengannya!
"Yuk, ikut aku! mamaku ada di mobil, aku dan mama akan pergi ke mall. Kamu mau ikut?" tawar Nina.
"Nggg.. maaf, ya Nin, terimakasih. tapi aku harus les pukul 3." tolakku halus.
"Ini masih pukul 1, kok. Ya sudah, kalau begitu kamu ke mobilku saja, ya. Aku punya buku komik baru kesukaanmu." ujar Nina.
"ng.. maaf, aku nggak bisa."
"Ayolah.." Nina segera menarik tanganku, aku terjatuh. Apa daya? aku tak bisa. Aku hanya bisa mengikuti kemauannya saja.
"DIRA!!! AWAS!!" Teriakku panik. Sebuah mobil sedan melesat cepat ke arah kami.
Aku ditimpanya, tapi aku terselamatkan, walaupun aku terbentur dan kepalaku agak sedikit berdarah. Sedangkan Nina terpapar dengan kepalanya yang berdarah dan terus mengucur.
Mama Nina, yang kupanggil Tante Rassika, segera mencari pertolongan. terjadi kemacetan parah di jalan itu.
"Pak, tolong, ya pak.. anak saya pak....tolong pak.." Tante Rassika gemetaran dan panik, kulihat air matanya menetes, tak berhenti, dia tak bisa berjalan tegak,tubuhnya amat lemas, tangannya kaku. Aku tahu apa yang Tante Rassika rasakan. Walau aku tak tahu bagaimana rasanya mempercayai bahwa anaknya separah itu.
Nina segera dilarikan ke rumah sakit Bangsa Kita. Dia diberikan penanganan intensif. Aku sudah menelpon mama, aku akan mengganti lesku yang tidak aku laksanakan hari ini besok. Mama mengizinkan. Aku pun menemani Nina yang terkapar di ruang UGD. Kepalanya penuh balutan-balutan putih. Ah..
Setelah agak membaik, dokter menyarankan Nina dipindahkan ke ruang 169. Dia akan diperiksa lebih lanjut.
Aku diperbolehkan masuk setelah keluarganya keluar. Ternyata Nina sudah siuman, walau badannya terlihat amat lemas. Aku duduk di sampingnya dan menggengam tangannya kuat-kuat.
"Dira.." panggil Nina lirih.
"Apa benar ini Dira? Apa Dira masih di sampingku?"
"Iya, aku Dira."
"sebelumnya, aku ingin mengatakan bahwa hidupku tak lama lagi." kata Nina.
"Jangan bilang begitu, please.." ujarku lirih, lemas, tak berdaya.
"Iya, maafkan aku Dira. Aku tahu sebenarnya selama ini kau membenciku. Tapi aku menyangimu, Dira. Seperti adikku sendiri."
Aku segera berpuisi..
"Ketika itu kau memiliki keindahan
Ketika itu kau aku memiliki kecantikan
Ketika itu kau memiliki kekuatan
Tapi.. itu semua sudah terlewatkan
Hari demi hari yang kulewati, tak ada gunanya tanpamu
Air mata ini tak bisa kubendung lagi
Tak terbayang kuditinggalkan oleh seseorang yang kusayangi..
Aku tahu kau akan pergi.
Bila dapat aku ikuti kamu, aku mau
Tapi aku tak bisa!
Bila kau sudah bebaring tenang nanti,
jangan lupakan aku
Dibalik nisanmu itu, sesungguhnya ada cinta abadi dariku.
Dibalik semua cerita hidupku, semua itu ada kamu"
Nina tersenyum, dengan suara yang lirih ia berpuisi,
"ketika kita masih bersama,
segalanya terasa begitu mudah
segalanya indah
kepahitan menjadi manis
Aku memang akan pergi dari dunia ini..
Tapi yakinlah, aku takkan pergi dari hatimu
Segala memori yang kualami bersamamu, tak mungkin aku lupakan.
Semua masa-masa indah
sangat sulit untuk aku lupakan..
maafkan aku, harus pergi..
Tak cukup lagi air mata ini untuk menangis.
Hanya dapat mengingat kenangan indah
kuharap terakhir kalinya kau memelukku, menggengam erat tanganku,
agar aku bisa terhibur, walau sulit..
Dibalik nisanku, ada kenangan kita
Dibalik cerita masa laluku, selalu tersimpan masa-masa indah
Kubacakan ini dengan menangis, aku tak mungkin membendung air mata ini
Tak tahu apa yang terjadi..
Sebentar lagi.."
Aku menangis kuat-kuat, memeluknya, memegang erat tangannya. Tuhan, tolong! sebentar lagi! sebentar saja berikan aku kesempatan untuk terus bersamanya!
Dia membalas pelukanku, erat sekali. tanganku ia genggam dengan lemah. tak lama, genggaman tangannya lepas. nyawanya.. hilang..
"TIDAKKK!" jeritku histeris. Nina benar-benar meninggalkanku.
Dokter dan keluarga Nina masuk mendengar teriakanku. Wajah Nina sudah pucat sekali.
Nina, aku tahu kau meninggalkanku, tapi aku tetap yakin bisa jadi sahabat dalam hatimu.. selamanya..
Kau anugerahku
Kau yang kusayangi
Apa kau sadar?
sebenarnya dibalik kematianmu itu.
terbentuk sungai airmata dari semua orang yang menyayangimu..
Semoga tenang.. Aku tahu aku pun akan menyusulmu, Nina
tertanda,
Dira, sahabatmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar